Duitnya Rp2,6 M, Jadinya hanya Sampai Pondasi, Pembangunan SMKN 3 Ketapang Mendapat Sorotan

Editor: Agustiandi author photo

Pengamat Hukum Herman Hofi Munawar. (Ist)
Ketapang (Suara Ketapang) - Pengamat hukum Herman Hofi Munawar menyoroti polemik pembangunan SMKN 3 Ketapang. Pasalnya proyek yang dianggarkan melalui APBD Provinsi Kalbar senilai Rp 2,6 miliar pada tahun 2023 tersebut hingga kini mandek. 

Proyek miliaran rupiah itu pun diketahui telah diputus kontrak, lantaran kontraktor tak mampu menyelesaikan pembangunan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Alasannya tanah rawa dan banjir berlangsung berminggu-minggu. 

Menurut Herman, kasus tersebut harus disikapi serius oleh Dinas Pendidikan Kalimantan Barat. Sebab hal itu memiliki kecenderungan merugikan program Pemerintah. Dinas Pendidikan Kalbar tidak boleh menutup mata terhadap masalah tersebut. 

Baca juga: Nilainya Miliaran, Proyek Pembangunan SMK 3 Ketapang Terkesan Terbengkalai

"Bagaimana dengan perencanaannya, bukankah hal itu sudah dilakukan kajian, saya menilai dalam hal ini PPK sangat lemah dalam kontrol terhadap konsultan perencanaan dan konsultan pengawas," ujar Herman Hofi saat dihubungi, Sabtu (9/3/2024).

Herman menilai, jika Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerapkan fungsinya dengan benar maka proyek mangkrak tersebut tak akan terjadi.

Baca juga: Putus Kontrak, Pemborong Hentikan Pembangunan Sekolah Baru SMK 3 Ketapang

"Seharusnya pengawas dapat mengendalikan jalannya proses penyelesaian pekerjaan, dengan demikian penyimpangan atau hal lain yang dapat menimbulkan kegagalan dapat segera diatasi sedini mungkin," ujar Herman Hofi. 

Herman Hofi mejelaskan, jika alasan kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaan lantaran kondisi banjir dan lokasinya rawa, seharusnya sejak awal sudah dapat disimpulkan bahwa tanah di lokasi pembangunan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembangunan. 

"Perbedaan-perbedaan kecil di lapangan sangat mungkin terjadi, tetapi hal itu seharusnya telah diperhitungkan oleh penyedia pada saat mengajukan penawaran teknis dan harga, sehingga tidak dapat dijadikan alasan untuk mangkir dari kewajiban menyelesaikan pekerjaan," paparnya.

Herman menambahkan, akibat pemutusan kontrak terhadap proyek tersebut, pasti muncul potensi kerugian dari berbagai pihak. 

"Pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK harus diikuti dengan penyelesaian kewajiban para pihak," terangnya. (Ndi) 

Share:
Komentar

Berita Terkini