Di Balik Bukit Podorukun, Nenek Yan Menempa Hidup dari Batu

Editor: Agustiandi author photo

Nenek Yan (50), warga Desa Podorukun, Kecamatan Seponti, Kayong Utara, setiap hari memecah batu di kaki Bukit Podorukun. Dengan palu kecil di tangan, ia mengais rezeki untuk bertahan hidup. (Suarakalbar.co.id/Wiwin) 
Kayong Utara (Suara Ketapang) – Di balik sunyi Bukit Podorukun, Desa Seponti Jaya, Kayong Utara, terdengar suara palu kecil beradu dengan batu memecah kesunyian siang. Di situlah, seorang perempuan paruh baya duduk di bawah terik matahari. Mengayunkan palu dengan tangan tuanya yang mulai bergetar.

Ia adalah Nenek Yan, 50 tahun, warga RT 02 Desa Podorukun. Setiap hari, ia bekerja memecah batu untuk dijual. Dari batu-batu itulah, ia bertahan hidup.

“Suami sudah lama meninggal. Anak saya satu, tapi sudah berkeluarga. Jadi saya hidup sendiri,” ucapnya pelan, sambil mengusap keringat di dahi dengan punggung tangan yang mengeras oleh waktu.

Setiap pagi, sebelum matahari tinggi, Nenek Yan berjalan kaki sejauh hampir satu kilometer menuju kaki bukit. Di sana, ia mulai beradu dengan batu besar menjadi bongkahan kecil. Suara palu menjadi teman setianya, menggantikan percakapan yang jarang ia dapatkan.

“Sehari bisa dapat seratus ribu. Kadang kurang. Biasanya saya istirahat waktu salat, makan sedikit, lalu lanjut lagi,” katanya dengan senyum kecil yang menutupi lelahnya.

Nenek Yan tak ingin membebani anaknya. Ia memilih tetap bekerja, meski tubuh renta mulai menolak kerasnya rutinitas. 

“Selagi masih kuat, saya kerja. Kalau diam saja, siapa yang mau kasih makan, saya tak mau menyusahkan,” ujarnya lirih.

Di balik tangan kasar dan kulit yang mulai keriput, tersimpan keteguhan hati yang lembut. Tekad seorang ibu yang memilih berdiri di atas kakinya sendiri, meski hidup tak selalu berpihak. (Win) 

Share:
Komentar

Berita Terkini