Pembayaran adat yang berlangsung di Rumah Adat Nekdoyan, Minggu (10/10) dihadiri pihak perusahaan, masyarakat yang lahannya diserobot, Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten, DAD Kecamatan, Kapolsek MHU serta perangkat desa.
Ketua DAD Kecamatan Matan Hilir Utara (MHU), Albertus Jamhari mengatakan, penyelesaian hukum adat sesuai dengan pemberian hukum adat yang dilakukan beberapa waktu lalu kepada tim 10 dan PT Laman Mining.
"Sebab mereka terbukti melakukan kesalahan makanya hari ini (Minggu) dilakukan penyelesaian hukum adat. Tim 10 dan Laman Mining telah membayar denda adat yang diberikan," tegasnya.
Albertus melanjutkan, selain penyelesaian adat, pihaknya juga menyarankan kepada pihak Laman Mining untuk segera menyelesaikan persoalan lahan diluar garis adat dengan masyarakat yakni keluarga Antoni Salim dengan batas waktu 3x24 jam."Kalau masalah ganti rugi tanam tumbuh tidak masuk dalam garis adat, tapi kita minta perusahaan cepat menyelesaikan agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini," mintanya.
Albertus menambahkan, jika ke depan tidak penyelesaian terkait ganti rugi tanam tumbuh, maka pihak dari keluarga Antoni Salim bisa menyerahkan persoalan ini ke adat.
"Bisa kita kenakan hukum adat lagi dengan tidak mengurangi hukum adat yang sudah diberikan sebelumnya," tegasnya.
Sementara itu, Legal PT Laman Mining Prayudi Anograha Valentinus membenarkan pihaknya telah menjalankan hukum adat yang sudah diberikan kepada perusahaan. Diakuinya pihaknya menghormati hukum adat yang diberikan.
"Harapan kami ke depannya hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi," akunya.
Valen melanjutkan, kalau terkait penyelesaian ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) warga, pihaknya secepatnya akan melakukan pertemuan dengan pihak Antoni Salim untuk memperjelas persoalan GRTT tersebut.
"Nantikan hari Kamis mendatang ada pertemuan lagi dan akan dibahas dalam pertemuan itu, bagaimana nantinya tergantung dari hasil pertemuan nanti," tuturnya.
Sementara itu, Antoni Salim selaku warga yang lahannya diserobot tanpa izin mengaku dengan dilakukannya pembayaran denda adat oleh perusahaan maka secara tidak langsung perusahaan mengakui kesalahannya.
"Hukuman ini sebagai sanksi moral bagi perusahaan agar jangan sampai mengulangi perbuatannya dengan masuk ke wilayah investasi tanpa melihat tatanan kehidupan dan hak warga setempat," tegasnya.
Antoni mengaku, terkait persoalan GRTT terhadap lahan milik keluarganya, pihaknya menunggu itikad baik perusahaan yang telah diberi batas waktu 3x24 jam untuk berkomunikasi dan menyelesaikan persoalan tanam tumbuh dilahan miliknya yang telah digusur tanpa izin.
"Kalau seandainya dalam waktu yang ditentukan tidak ada itikad baik, maka kami akan lakukan somasi dan akan membawa persaoalan ini ke jalur hukum," ucapnya. (Ndi)