![]() |
Seekor dugong (Dugong dugon) ditemukan dalam keadaan mati di perairan Legun Belanda, pada Sabtu (15/6/2025). (ist) |
Penemuan ini terjadi pada pukul 19.00 WIB, Sabtu, 15 Juni 2025. Dugong ditemukan oleh nelayan setempat yang kemudian melaporkannya kepada Pokmaswas Cempedak Lestari.
Menyikapi laporan tersebut, Pokmaswas Cempedak Lestari dan didukung Pokdarwis Cempedak Jaya beserta warga masyarakat di pulau Cempedak segera mengevakuasi bangkai dugong ke kawasan Pulau Cempedak dan berkoordinasi dengan Yayasan WeBe, LANAL Ketapang, dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak untuk langkah penanganan selanjutnya.
Keesokan harinya (16 Juni 2025), tim gabungan yang terdiri dari tim Yayasan WeBe, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), LANAL Ketapang, Pokmaswas Cempedak Lestari, Pokdarwis Cempedak Jaya, Polairud Kendawangan, serta perwakilan dari Kecamatan Kendawangan dan Pemerintah Desa Kendawangan Kiri berangkat dari markas Lanal ke Pulau Cempedak untuk melakukan penanganan. Prosedur nekropsi dilakukan oleh dokter hewan dari YIARI, dibantu oleh anggota LANAL Ketapang dan masyarakat setempat.
Dari hasil nekropsi ditemukan adanya perubahan pada organ paru-paru. “Kami menduga bahwa ada kemungkinan dugong ini kena jaring dan tenggelam, dan kemudian mati karena kehabisan nafas” jelas koordinator medis YIARI, drh Komara.
Dugong, yang juga dikenal dengan sebutan "duyung," merupakan mamalia laut yang hidup di perairan pesisir dangkal dan bergantung pada keberadaan padang lamun sebagai sumber makanannya. Sayangnya, spesies ini kini terancam punah akibat aktivitas manusia seperti penangkapan tidak sengaja (bycatch), polusi, tabrakan kapal, perusakan habitat, hingga perburuan ilegal.
“Kami sedih melihat dugong sebesar ini mati. Dulu lamun di sekitar sini sangat bagus dan lestari. Tapi sekarang mulai rusak, banyak kapal besar, limbah dari kebun sawit, juga ancaman dari industri tambang lainnya. Itu semua berdampak besar bagi dugong dan kehidupan laut yang sangat penting untuk nelayan dan masyarakat lainnya di sini,” ungkap Tono, Ketua Pokdarwis Cempedak Jaya.
Kematian satu ekor dugong berdampak besar bagi populasi karena mereka berkembang biak sangat lambat. Penemuan ini menjadi pengingat mendesak akan pentingnya perlindungan habitat pesisir, penegakan hukum lingkungan, serta peningkatan kesadaran publik terhadap keberadaan dan pentingnya spesies laut yang dilindungi ini.
“Kami sangat mengapresiasi peran masyarakat dalam pelaporan keberadaan dugong” – ujar Setra, Direktur Utama Yayasan WeBe, “Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa kita bisa menjaga populasi dugong yang ada di perairan kendawangan,” tambahnya.
Daerah pesisir Kendawangan yang terdiri dari beberapa pulau seperti Cempedak, Bawal dan Gelam, merupakan Kawasan Perlindungan Laut (KPL)/Marine Protected Area (MPA) yang memiliki nilai keanekaragaman hayati yang sangat penting dengan beberapa jenis biota laut. Kawasan ini juga mempunyai tiga ekosistem kunci laut seperti bakau, lamun dan karang. Populasi dugong di daerah ini adalah satu populasi dugong di seluruh Kalimantan Barat.
Sebagai upaya pendukung dalam perlindungan populasi ini, hasil nekropsi bisa menghasilkan informasi penting yang menjadi dasar untuk menentukan langka konservasi dugong ke depannya. Langkah-langkah kolaboratif yang melibatkan masyarakat pesisir, pemerintah, dan lembaga konservasi seperti ini sangat penting untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan. Kolaborasi antara pihak adalah kunci untuk selamatkan ekosistem laut ini yang sangat rentan terhadap kegiatan antropogenik.
Atas izin Danlanal Ketapang, bangkai dugong yang telah dinekropsi dikuburkan di dalam wilayah Mako LANAL Ketapang di Kendawangan. Penguburan ini dilakukan di dalam mako dengan mempertimkangkan keamanan dari potensi kerusakan digali oleh satwa liar atau orang yang tidak bertanggung jawab. (R)