Kepala BKHIT Kalimantan Barat Edi Susanto menjelaskan, penindakan dilakukan di Pelabuhan Sukabangun, Ketapang. Saat itu, petugas karantina tengah melakukan pemeriksaan rutin terhadap kapal yang akan berangkat ke Semarang.
“Dalam pemeriksaan ditemukan media pembawa hewan berupa 17 boks berisi burung kacer dengan total sekitar 229 ekor, terdiri atas 226 ekor hidup dan 3 ekor mati,” ujarnya dalam keterangan pers di Ketapang.
Edi memaparkan, burung-burung tersebut diduga dimasukkan ke kapal menjelang keberangkatan dan disembunyikan di ruang mesin. Upaya penyelundupan itu berhasil digagalkan dan seluruh burung diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Edi menyebut, pengiriman tanpa dokumen melanggar Pasal 88 jo Pasal 35 huruf (a) dan (c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
"Pemilik burung ini belum muncul, nanti kalau pemiliknya muncul, kita tidak ada ampun terkait perdagangan burung ilegal ini, ancamannya pidana dua tahun penjara dan denda Rp 2 miliaran," tegasnya.
Aturan tersebut, lanjut Edi, mewajibkan setiap pihak yang membawa media pembawa hewan antarwilayah untuk melengkapi sertifikat kesehatan, melalui tempat pemasukan dan pengeluaran resmi, serta melaporkan kepada pejabat karantina.
“Perdagangan satwa liar tanpa dokumen sah berpotensi menimbulkan dampak ekologis. Setiap individu burung yang diambil dari alam liar adalah bagian dari keseimbangan ekosistem,” ujarnya.
Burung-burung tersebut kini ditahan dan diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah I Ketapang untuk penanganan lebih lanjut.
Polhut terampil BKSDA Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, Urai Iskandar mengatakan, ratusan burung sitaan untuk sementara amankan untuk kemudian dilepaskan liarkan.
"Barung sitaan ini kita bawa ke kantor dulu, untuk kita cek kesehatan maupun jumlahnya, arahan kedepannya menunggu arahan pimpinan untuk dilepaskan kembali," pungkasnya. (Ndi)

