Program MBG di Ketapang, Dari Gizi ke Tragedi

Editor: Agustiandi author photo

Menu yang disantap siswa SDN 12 Benua Kayong sebelum mereka dilarikan ke IGD RSUD dr Agoesdjam Ketapang, Selasa (23/9/2025). (ist) 
Ketapang (Suara Ketapang) - Suasana Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Agoesdjam, Ketapang, mendadak riuh pada Selasa (23/9/2025) siang. 

Belasan murid SDN 12 Benua Kayong tergeletak lemah di ranjang pasien. Perut mereka melilit, sebagian muntah berkali-kali setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sebagian langsung dibaringkan di ranjang pasien, selang infus terpasang di lengan mungil mereka. Para orang tua tampak gelisah, khawatir akan keselamatan buah hatinya. 

“Anak saya muntah, sesak, katanya lauknya terasa aneh,” tutur Siti, wali siswa. 

Sebanyak 16 siswa dan seorang guru dilarikan ke rumah sakit setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Ironi, program yang digadang-gadang pemerintah untuk menyehatkan anak justru membuat mereka meregang kesakitan.

Menu Sehat, Jadi Malapetaka

Siang itu, wadah makanan berisi nasi, filet ikan hiu saus tomat, tahu goreng, oseng kol wortel dan potongan melon. Di atas kertas, paduan menu itu memenuhi standar gizi. Namun, di lapangan tak sedikit siswa yang mengeluhkan rasa lauk yang amis. Sebagian makanan bahkan tidak disentuh.

Sudah menjadi kebiasaan, makanan yang tidak habis diminta dibawa pulang. Di rumah, bekal itu kerap berakhir di tong sampah. 

“Sering sekali anak saya pulang membawa lauk utuh. Katanya tidak enak,” ujar Rani, orang tua murid lainnya. 

Program yang seharusnya memberi manfaat, nyatanya lebih sering mubazir dan terbuang sia-sia. 

Dapur di Bawah Sorotan

Kejadian ini menyeret nama Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi penyedia MBG di wilayah tersebut. Kepala dapurnya, M. Paryoga, memilih diam ketika dikonfirmasi wartawan dan meninggalkan lokasi dengan tergesa-gesa. Pemerintah daerah kemudian menghentikan sementara aktivitas dapur itu.

Langkah tersebut tidak serta-merta meredakan keresahan masyarakat Kabupaten Ketapang. Pertanyaan soal standar pengolahan, kualitas bahan, hingga pengawasan distribusi makanan kembali mencuat.

“Kalau dapur tidak dikelola dengan standar higienis, maka setiap hari anak-anak terpapar risiko,” ujar dr Prajuneka, dokter RSUD Agoesdjam Ketapang. 

Nyawa Anak Jadi Taruhan

Kecemasan orang tua semakin besar karena kasus ini bukan yang pertama terjadi. Di beberapa daerah, program MBG juga sempat dikaitkan dengan dugaan keracunan massal. Belakangan, muncul pula isu penggunaan minyak babi pada proses pencetakan ompreng impor asal Tiongkok. Meski belum terbukti di Ketapang, isu itu menambah daftar panjang kekhawatiran masyarakat.

“Anak-anak bukan bahan uji coba program. Kalau sampai sakit, yang dipertaruhkan adalah nyawa mereka,” kata Siti.

Pemerintah Kabupaten Ketapang berjanji melakukan evaluasi menyeluruh soal aktivitas MBG di Ketapang. Wakil Bupati Jamhuri Amir menegaskan dapur MBG harus bertanggung jawab. Ia juga memastikan seluruh biaya pengobatan ditanggung Pemda. 

"Ini harus jadi yang terakhir," tegasnya. 

Namun, masyarakat menuntut lebih dari sekadar janji. Mereka ingin jaminan bahwa makanan yang sampai di meja anak sekolah benar-benar aman. (Ndi) 

Share:
Komentar

Berita Terkini