![]() |
| Seorang pemain Popeye Tim ditandu keluar lapangan usai insiden keras di awal pertandingan. (tangkapan layar live streaming Diskominfo Ketapang). |
Wasit langsung meniup peluit dan mengeluarkan kartu kuning untuk pemain Kendawangan FC bernomor punggung 12. Namun setelah berdiskusi dengan asisten wasit, kartu kuning tersebut dinaikkan menjadi kartu merah untuk pemain yang sama.
Keputusan itu memicu protes keras dari para pemain Kendawangan. Adu mulut dan saling dorong tak terelakkan di tengah lapangan.
Kiper Kendawangan FC menjadi salah seorang pemain yang paling keras melancarkan protes hingga sempat melepaskan jerseynya di luar lapangan.
Situasi kian memanas dan nyaris berujung adu pukul, sebelum akhirnya wasit kembali mengeluarkan kartu merah kedua untuk pemain Kendawangan.
Petugas keamanan sigap meredam ketegangan hingga kondisi kembali terkendali. Seluruh wasit yang jadi sasaran kemarahan langsung diamankan petugas keamanan. Namun pertandingan diputuskan tidak dilanjutkan.
Setelah bermusyawarah, panitia pelaksana memutuskan gelar juara Bupati Ketapang Cup 2025 diberikan kepada kedua kesebelasan sebagai solusi atas insiden tersebut.
Keputusan itu disambut kekecewaan dari penonton yang berharap dapat menyaksikan laga final hingga tuntas.
Di tribun penonton, rasa kecewa tak bisa disembunyikan. Rudi (34). Dia mengaku merasa sangat kecewa dengan insiden tersebut.
"Saya sudah datang dari siang ke sini, mau lihat pertandingan. Baru mulai satu menit sudah ricuh. Jujur, kecewa sekali. Harusnya pemain bisa lebih tenang, ini kan pertandingan bergengsi," ujar pendukung Kendawangan FC tersebut.
Sementara itu di sisi lain stadion, Andi (28), pendukung Popeye FC, juga menyampaikan kekecewaannya. Menurutnya, tensi pertandingan sebenarnya bisa dikendalikan jika keputusan wasit lebih tegas dari awal.
"Kami penonton mau lihat bola, bukan keributan. Rasanya sayang, final sebesar ini malah berakhir tanpa pemenang. Suasana sudah bagus, stadion penuh, tapi akhirnya buat kecewa," keluhnya. (Ndi)
