Kasus Stunting di Ketapang Jauh Lebih Rendah dari Kondisi Kalbar Secara Umum

Editor: Agustiandi author photo

Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat, Pintauli Romangasi Siregar (empat dari kiri) bersama Wakil Bupati Ketapang (tiga dari kiri) berfoto bersama seluruh peserta rapat koordinasi percepatan penurunan stunting Kabupaten Ketapang di sebuah hotel, Jumat (19/5/2023). (Ist).
Ketapang (Suara Ketapang) - Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat, Pintauli Romangasi Siregar mengatakan, prevalensi kasus stunting di Kabupaten Ketapang jauh lebih rendah dibanding kondisi Kalimantan Barat secara umum.

"Karena Kalimantan Barat itu masih diangka 27,8 persen, kalau di Ketapang tadi sudah 23,3 persen, karena tadi itu, pak bupati sama wakil sepertinya sudah berjuang keras," kata Pintauli saat rapat koordinasi percepatan penurunan stunting Kabupaten Ketapang, Jumat (19/5/2023).

Pintauli menyebut, kasus stunting tertinggi saat ini berada di Kabupaten Melawi dengan prevalensi hampir menyentuh angka 44 persen. 

Pintauli menekankan, dalam penanganan kasus gagal tumbuh kembang pada anak, petugas wajib mengetahui secara jelas mengenai siapa, di mana dan bagaimana kondisi sasaran.

"Jadi by name by address harus jelas, ini yang harus kita kejar, karena kalau kita tidak tahu itu siapa, ada di mana dan kondisinya sekarang seperti apa. Apakah perlu penanganan kesehatannya atau lingkungannya, ini harus jelas siapa yang harus kita tangani," paparnya.

Pintauli menjelaskan, pihaknya tak hanya fokus pada data kasus stunting, namun juga pada keluarga yang beresiko. Validasi data dilakukan setiap tahun secara berkelanjutan.

"Bulan Juni atau Juli nanti kita akan ada lagi pembaharuan terhadap data keluarga, kita juga sudah membentuk tim pendamping keluarga, sudah kita latih diawal tahun," sebutnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Ketapang Farhan meminta seluruh lintas sektor harus serius menangani kasus stunting. Pemkab Ketapang, lanjut Farhan berkomitmen untuk menekan kasus tersebut. 

Menurut Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Ketapang itu, keberhasilan penanganan stunting tidak melulu terfokus pada penurunan angka prevalensi stunting, namun juga banyak hal lain yang menjadi pemicu munculnya kasus itu.

"Meski penurunan angka prevalensi stunting menjadi tujuan utama, namun untuk ke situ kita harus intervensi juga faktor - faktor penyebabnya, seperti angka pernikahan dini, kemiskinan, air bersih, kondisi pertanian, rumah tidak layak huni, termasuk listrik dan jaringan telekomunikasi," papar Farfan.

Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Ketapang, Albertin Tri Kurniasih menjelaskan, tahun ini pihaknya menargetkan penurunan stunting menjadi 16,70 persen.

"Walaupun dari tahun kemarin dari 23,6 persen kita berhasil turun menjadi 22,3 persen, di tahun ini ditargetkan sebesar 16,70 persen dan di tahun 2024 diharapkan turun menjadi 14 persen," paparnya.

Asih sapaan karibnya menjelaskan, melalui SK bupati, pihaknya sudah menetapkan 27 Lokus desa stunting. Pihaknya juga telah membentuk TPPS hingga ke tingkat kecamatan dan desa. 

"Harapannya di tahun ini mereka sudah mulai membuat laporan TPPS, sehingga data TPPS Kabupaten itu berjenjang dari bawah, bukan hanya khusus kabupaten tapi juga dari desa dan kecamatan," pungkasnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini