Tropenbos Indonesia sebagai lembaga pendamping memberikan peningkatan kapasitas perempuan melalui program Feminist Participatory Action Research ( FPAR). |
Dengan kondisi tersebut banyak tanah masyarakat dan bahkan wilayah pemukiman (satu dusun) masuk kawasan HGU tersebut.
Dengan kondisi ini masyarakat tidak memiliki kedaulatan dalam kepemilikan lahan, sehingga menyulitkan mereka untuk mengurus sertifikat tanah.
Mereka juga akan kehilangan sumber daya alam sebagai penghidupan masyarakat seperti bambu, rotan, bemban sebagai bahan anyaman, satwa buruan, buah-buahan dan lain-lain.
Tak hanya itu, mereka juga akan kehilangan area konservasi adat yang dijadikan tempat ritual adat dan mendapatkan bahan obat-obatan, yang paling penting paling penting mereka akan kehilangan sumber air. Masyarakat juga tidak akan bebas mengolah lahan kebun mereka yang telah dimiliki turun temurun.
Dengan kondisi ini Tropenbos Indonesia sebagai lembaga pendamping memberikan peningkatan kapasitas perempuan melalui program Feminist Participatory Action Research ( FPAR).
Kegiatan FPAR ini fokus pada peningkatan kapasitas perempuan dalam menyampaikan pendapat mereka di depan umum, ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan dan kegiatan desa serta ikut terlibat dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Desa.
Dengan adanya keterlibatan perempuan diharapkan dapat memberikan sudut pandang yang berbeda terhadap pembangunan di desa.
Untuk meningkatkan kapasitas perempuan, Tropenbos Indonesia mengadakan pelatihan bagi perempuan di desa dampingan pada tanggal 11- 15 November 2023 di Pontianak, salah satunya adalah desa Kenanga yang diwakili oleh Ibu Dissri Prigita.
Sebagai kader aktivis perempuan desa, Ibu Dissri memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya melindungi dan menjaga Sumber Daya Alam desa.
Salah satu cara melindunginya adalah dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengelolaan SDA Desa. Sehingga jika terjadi pelanggaran terhadap pengelolaan SDA tersebut masyarakat dapat mengawasinya dengan melaporkan pihak yang melakukan pengrusakan di desa.
Untuk mengakomodasi peran masyarakat untuk mengawasi permasalahan dalam pengelolaan usaha berbasis lahan.
Setelah kegiatan pelatihan FPAR 3 di Pontianak, ilmu yang didapatkan akan diaplikasikan ke tingkat desa.
Kaum perempuan Kenanga yang dikoordinir Ibu Dissri Prigita bersama Pemerintah Desa melakukan diskusi permasalahan desa dan sosialisasi Pergub Nomor 137 tahun 2020 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Melakukan Pengawasan Areal Konservasi Dalam Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan.
Dalam Pergub ini terdapat format mekanisme komplain yang bisa digunakan masyarakat untuk mengakomodir komplain dan keberatan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan perusahaan yang ada di sekitar desa mereka.
Masalah yang dihadapi masyarakat Desa Kenanga saat ini adalah tercemarnya air sungai mereka akibat dari adanya aktivitas tambang emas ilegal di wilayah mereka yang mengakibatkan sungai sebagai sumber air mereka menjadi tercemar.
Selain masalah pencemaran sungai hal yang sangat mengganggu masyarakat adalah adanya izin HGU Tambang dan HTI yang menguasai 90% wilayah desa mereka.
Dengan kondisi ini masyarakat tidak bisa mengajukkan sertifikat tanah, tidak bisa mengelola tanah mereka yang telah dimiliki turun temurun.
Tidak bisa mendapatkan hewan buruan, hutan yang dulunya sumber penghidupan akan hilang.
Dalam kesempatan sosialisasi ini masyarakat sepakat membangun kesepakatan untuk melakukan komplain melalui jalur Pergub Nomor 137 tahun 2020 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Melakukan Pengawasan Areal Konservasi Dalam Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan. Komplain ini disepakati oleh seluruh peserta yang terdiri dari 26 orang perempuan yang hadir dan 12 orang laki-laki.
Kesepakatan ini dihadiri dan didukung sepenuhnya oleh Kades dan perangkatnya, BPD dan anggotanya, Ketua adat dan perangkatnya, LPM, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan masyarakat desa Kenanga. Komplain ini akan dikoordinir oleh Ibu Dissri sebagai aktivis perempuan desa Kenanga. Beliau mengajak masyarakat untuk sama-sama menandatangani berita acara komplain yang nantinya akan diserahkan kepada KPH Ketapang Utara sebagai perpanjangan tangan pemerintah Propinsi menerima aduan masyarakat. (**)