Warga Tiongkok Curi 774 Kg Emas dari Tanah Ketapang, Kerugian Negara Rp 1 Triliun

Editor: Agustiandi author photo

YH tengah warga negara Tiongkok yang menjadi tersangka kasus pertambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. (Ditjen Minerba) 
Ketapang (Suara Ketapang) - Warga negara Tiongkok (YH) menggasak 774 kilogram emas secara illegal dari pertambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang. 

Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaksir kerugian negara dari aktivitas ilegal tersebut mencapai Rp1,020 Triliun. 

Kerugian ini dihitung dari cadangan emas yang hilang mencapai 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg. Nilai kerugian itu terungkap pada persidangan kasus pertambangan tanpa izin di Pengadilan Negeri Ketapang (29/8/2024)

Dari hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3," tulis Ditjen Minerba dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).

Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026. 

Dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade).

Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.

Dari fakta persidangan juga terungkap merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini. Dari sampel hasil olahan, ditemukan Hg (mercuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg.

Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal.

Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.

Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain. (R) 

Share:
Komentar

Berita Terkini