Dituding Jadi Penyebab Konflik Agraria, BPN Ketapang Tantang BGA Group Layangkan Gugatan

Editor: Agustiandi author photo

Kepala BPN Ketapang Banu Subekti. (Suara Kalbar Agustiandi).
Ketapang (Suara Ketapang) - Perusahaan Perkebunan Kelapa sawit BGA Group kini tengah bersengketa masalah lahan dengan warga Dusun Mambuk Desa Segar Wangi Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. 

BGA Group menuding, penyebabnya bersumber dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ketapang. Menurut BGA, BPN menerbitkan dua peta bidang tanah yang bertentangan satu dengan lainnya.

Ketika dikonfirmasi, Kepala BPN Ketapang, Banu Subekti menjelaskan, peta Hak Guna Usaha (HGU) sesuai risalah lelang merupakan peta situasi tahun 1991. Pihaknya pun mempersilahkan BGA Grup melayangkan gugatan jika memang dianggap main-main dalam persoalan ini.

Banu mengatakan, BGA Grup memiliki HGU PT Subur Ladang Andalan (SLA), Duta Sumber Nabati (DSN), Bangun Maya Indah (BMI) dan PT AMS yang tergabung dalam BIG Grup sejak memenangi lelang yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Baca juga : Polemik Lahan Eks PT BIG, BGA Grup Pastikan Miliki SHGU Sesuai Lelang Negara

"Dalam risalah lelang jelas disebutkan bahwa sertifikat HGU yang dilelang baik atas nama PT SLA yang menjadi PT Wahana Indah Hijau (WHI) disebutkan kalau sertifikat HGU dengan gambar situasi tanggal 2 September dan peta situasi nomor 12 tahun 1991 tertanggal 2 September. Kemudian risalah lelang PT DSN menjadi PT Sentosa Prima Agro (SPA) disebutkan gambar situasi tanggal 27 Januari tahun 1999 dengan peta situasi tahun 1991," paparnya, Senin (7/2/2022).

Kemudian, Banu melanjutkan untuk risalah lelang PT BMI yang dimenanangkan PT Raya Sawit Manunggal (RSM) di dalam risalah lelang menyebutkan gambar situasi tanggal 2 September 1991 dengan peta situasi nomor 13 tahun 1991. Sedangkan risalah lelang PT AMS yang kemudian menjadi PT Bukit Palem risalah lelangnya dengan gambar situasi tanggal 2 september dengan peta situasi nomor 17 tahun 1991.

Baca juga : BPN Ketapang Diduga Penyebab Polemik BGA Grup dengan Masyarakat Dusun Mambuk

"Jadi kalau ada pertanyaan kenapa ada peta tahun 1997 yang keluar, saya juga tidak tahu itu sebab tahun 1997 itu saya masih bekerja sebagai petugas ukur di Kanwil, yang jelas dari risalah lelang dan kesimpulan kementrian ATR/BPN yang benar dan sah itu peta tahun 1991," terangnya.

Banu melanjutkan, persoalan ini pertama kali muncul ketika PT Arttu mengajukan permohonan penerbitan SHGU dari situlah kemudian terbit surat nomor 5000 dari Kementrian ATR/BPN pada tanggal 14 November 2016 yang kemudian sudah dibahas di pendopo Bupati yang mana dalam surat dari kementrian tersebut menegaskan peta situasi yang sah berdasarkan penetapan lokasi SK Gubernur dan lampiran dokumen SK HGU serta sertifikat HGU atas nama PT SLA menjadi PT WHI adalah gambar situasi nomor 12 tahun 1991 yang terbit pada tanggal 2 September 1991.

"Sedangkan untuk peta kutipan situasi nomor 12 tahun 1991 yang terbit tanggal 16 Juni 1997 dinyatakan bukan produk resmi dan tidak memiliki hubungan dengan subjek HGU," terangnya.

Diakui Banu, kalau surat kesimpulan penegasan dari Kementrian ATR/BPN juga sudah dikirim ke direktur PT WHI.

"Sehingga kalau saat ini dibuat seolah-olah tiba-tiba muncul peta baru dan terkesan salah kami maka yang perlu kami pertanyakan sejak surat kementrian nomor 5000 kami sampaikan ke BGA Grup pada tahun 2017 kenapa BGA Grup masih menggunakan peta tahun 1997 setelah 5 tahun pasca surat penegasan ini disampaikan," katanya. 

"Kalau ada pertanyaan kenapa baru 2 tahun pasca BGA Grup menang lelang baru dibuat surat penegasan, kalau peta yang benar tahun 1991 bukan 1997 silahkan tanya ke Kementerian yang mengeluarkan surat ini karena yang berwenang menjawab bukan saya silahkan ke Kanwil dan ke pusat karena ini juga sedang dibahas," tegasnya.

Banu pun mempersilahkan pihak BGA Group melayangkan gugatan. Jika pihak BGA merasa dirugikan atas persoalan tersebut. 

"Silahkan saja gugat baik KPKNL atau BPN mulai dari Kakan, Kanwil sampai pusat," tegasnya.

Banu menegaskan, terkait Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) memang dikeluarkan pihaknya namun di dalam SKPT tersebut jelas disebutkan dalam berita acara pengukuran lapangan disebut peta situasi tahun 1991.

"Peta tahun 1991 harus diketahui kalau waktu PT BIG beroperasi polanya Pirtrans yang berhubungan dengan dinas transmigrasi jadi memang dulu masyarakat menyerahkan tanah 7,5 hektar dan dikembalikan ke masyarakat 2,5 hektar dan kalau dikatakan di peta 1991 ada sertifikat atau SHM ya itu benar tapi semuanya di luar HGU bukan di dalam," pungkasnya. (Ndi)






Share:
Komentar

Berita Terkini