Kantor BPN Kabupaten Ketapang. (Screenshot YouTube) |
Padahal SHGU milik BGA Grup dengan peta berbentuk vertikal diketahui didapat dari hasil lelang resmi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak melalui Pengadilan Negeri (PN) Ketapang berdasarkan Risalah Lelang No 134/2015 tertanggal 26 Mai 2015.
Namun, belakangan muncul peta berbentuk horizontal yang diklaim oleh BPN Ketapang sebagai peta milik BGA Grup selaku pemenang lelang lahan perkebunan eks PT BIG. Hal ini memicu polemik lantaran adanya pihak ketiga dan juga masyarakat yang akhirnya mengklaim sejumlah lahan perkebunan di peta vertikal milik BGA Grup.
"Persoalan ini muncul karena BPN mengeluarkan dua peta bidang tanah yang bertentangan dan tidak sesuai dengan peta bidang tanah yang kami dapat melalui proses lelang resmi oleh negara," ungkap kepala perwakilan PT BGA, Riduan, Senin (7/2/2022).
Riduan melanjutkan, yang menjadi pertanyaan pihaknya kalau memang peta bidang tanah yang benar adalah peta bidang berbentuk horizontal kenapa pihak BPN selama ini tidak pernah memberikan peringatan atau teguran terhadap PT BIG selaku pemilik lahan awal yang telah melakukan penanaman kurang lebih 20 tahun lamanya dan membiarkan proses lelang hingga dimenangkan pihaknya dengan peta bidang tanah berbentuk vertikal yang pihaknya terima.
"Padahal proses lelang juga melibatkan BPN Ketapang, karena mereka yang mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) pada tanggal 23 Oktober 2014 sesuai dengan surat a. No.45/2014,PT. Subur Ladang Andalan(4.397,68Ha), b. No. 46/2014, PT. Duta Sumber Nabati (3.087 Ha), c. No.47/2014,PT. Bangun Maya Indah(4.034Ha) yang didalamnya menyatakan kalau status riwayat tanah secara yuridis dan fisik atas suatu bidang tanah dan objek lelang sesuai dengan data buku tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang, artinya peta vertikal hasil lelang yang kami menangi itu telah diakui BPN Ketapang, lantas kenapa ada peta bidang horizontal yang sekarang muncul," tanyanya.
Riduan menambahkan, pada saat proses balik nama menjadi hak milik BGA Grup, BPN Ketapang telah melakukan pengecekan dan pemetaan Patok Batas HGU dilapangan yang semuanya sudah sesuai dengan yang terdapat didalam SHGU.
"Makanya lucu dan aneh ketika setelah bertahun-tahun pasca menang lelang muncul pihak yang mengklaim HGU milik mereka dan muncul peta bidang horizontal. Kami ikuti lelang resmi dan kami telah membayar biaya lelang ke negara sebesar Rp 160 miliar lebih," terangnya.
Untuk itu, Riduan mengaku pihaknya bukan tidak mungkin akan menggugat BPN dan bahkan penyelenggara lelang negara jika memang mereka dipermainkan sehingga berpotensi membuat mereka rugi.
"Kalau main-main kami akan tuntut dan minta ini diproses hukum," ketusnya.
Selain itu, Riduan juga mengatakan kalau sebelum pihaknya mengikuti lelang tersebut, tidak ada pihak lain yang mau mengikuti lelang, hingga pada saat lelang kelima kalinya pihaknya melalui PT ISL mengikuti lelang dengan tujuan selain pertimbangan bisnis juga karena mengikuti imbauan pemerintah daerah dalam membantu masyarakat yang menerima dampak dari persoalan PT BIG sebelumnya.
"Sekarang kami juga memikirkan banyak masyarakat sebab jika BPN memaksakan diri kami harus memiliki SHGU berbentuk peta horizontal maka apakah BPN siap bertanggung jawab sebab di dalam SHGU horizontal terdapat ribuan SHM bahkan ada rumah ibadah dan sekolah, kalau itu dipaksakan milik kami maka apakah BPN siap bertanggung jawab kepada masyarakat yang tanah dan rumahnya masuk dalam SHGU kami," paparnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala BPN Ketapang, Banu Subekti mengaku belum dapat memberikan tanggapan terkait persoalan ini. (Ndi)