Tambang Emas Ilegal di Bekas HPH Alas Kusuma Rusak Hutan dan Sumber Kehidupan Warga Hulu Sungai

Editor: Agustiandi author photo

Pondok beratap terpal berjejer di lokasi PETI daerah perbukitan Desa Riam Dadap Kecamatan Hulu Sungai, Ketapang. (ist) 
Hulu Sungai (Suara Ketapang) - Tambang emas ilegal di bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Alas Kusuma, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, kini menjadi masalah besar bagi masyarakat setempat. 

Lokasi tambang yang terletak di perbukitan Desa Riam Dadap ini sulit dipantau, bahkan warga setempat menyebut aktivitas tersebut sebagai ancaman terhadap kearifan lokal mereka.

Untuk mencapai lokasi tambang, warga harus melewati jalan setapak yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dari desa, dilanjutkan dengan perjalanan kaki sekitar tiga kilometer menembus hutan tropis. 

Sesampainya di lokasi, terlihat gubuk-gubuk atau bagan yang berjejer, tempat para pekerja menambang emas dengan peralatan seadanya.

Pekerjaan di tambang dilakukan dengan metode tradisional. Para penambang memecah batu menggunakan palu dan pahat besi. 

Batu yang mengandung emas kemudian diangkat dengan derek mesin dan diolah di mesin gelondongan. Proses pengolahan emas ini dilakukan dengan mencampurkan batu dengan merkuri untuk memisahkan emas dari batuan. Hasilnya, emas setengah padat yang kemudian dilebur dan dijual kepada cukong besar di Ketapang.

Heri, seorang warga Desa Riam Dadap, mengungkapkan bahwa mayoritas pekerja di tambang ini bukan berasal dari desa mereka, melainkan pendatang dari Pulau Jawa, terutama Tasikmalaya. Mereka diorganisir oleh pemodal besar yang mengendalikan aktivitas penambangan di daerah tersebut.

"Para pekerja berasal dari Tasikmalaya, dikoordinir oleh bos besar seperti Asun alias Heri dan Openg. Mereka sudah sangat terampil dalam menggali lubang untuk mencari emas," kata Heri kepada wartawan, Rabu (22/1/2025).

Namun, kegiatan penambangan ini membawa dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Hutan adat yang sebelumnya menjadi sumber hidup warga kini rusak parah. Sungai yang dulunya menjadi tempat mencari ikan, kini tercemar oleh limbah merkuri dari proses pengolahan emas.

“Dulu kami bisa mencari kayu, buah-buahan, dan hewan di hutan, tapi sekarang semuanya rusak. Sungai pun sudah tak bisa lagi kami andalkan untuk mencari ikan,” tambah Heri.

Kondisi ini semakin memperburuk kehidupan warga setempat. Mereka merasa kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tambang emas ilegal tersebut. (Tim) 

Share:
Komentar

Berita Terkini