Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalbar, Herkulana Mekarryani. (*) |
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalbar, Herkulana Mekarryani mengungkapkan, Kabupaten Ketapang memuncaki kasus tersebut, disusul Kabupaten Landak dengan 1.400 kasus, Sintang 1.100 kasus dan Sambas 1.000 kasus.
Dia menyebut, Provinsi Kalbar secara keseluruhan telah menjadi salah satu daerah dengan angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia, dengan lebih dari 10.000 kasus yang tercatat. Masalah ini sangat memprihatinkan, terutama di Ketapang, yang kini menjadi sorotan utama.
"Dengan lebih dari 2 ribu kasus, Ketapang menjadi yang tertinggi di Kalbar. Ini adalah masalah serius yang perlu segera ditangani," ujar Herkulana dalam sebuah pertemuan di Aula Bapedda Ketapang, belum lama ini.
Herkulana menjelaskan bahwa salah satu faktor utama penyebabnya adalah pembiaran orangtua dalam pengasuhan anak. Pola asuh yang terlalu longgar dan kurangnya pengawasan terhadap pergaulan anak-anak menjadi pemicu utama meningkatnya angka perkawinan anak. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan orangtua turut memperburuk masalah ini.
"Orangtua yang tidak tegas dalam mengawasi anak-anak mereka dan membiarkan anak-anak keluar rumah tanpa batasan yang jelas berisiko besar," tambahnya.
Selain faktor internal, pengaruh teknologi juga menjadi masalah besar. Herkulana mengungkapkan, pergaulan bebas yang diperburuk dengan akses mudah terhadap konten pornografi menjadi faktor pemicu utama.
Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 98 persen responden mengaku menonton video porno. 55 Persen di antaranya telah melakukan hubungan seksual, termasuk anak-anak.
Untuk menangani masalah ini, Pemerintah Provinsi Kalbar telah menyiapkan rencana strategis yang lebih komprehensif, termasuk membentuk gugus tugas untuk menangani kekerasan seksual dan prostitusi anak.
"Tahun 2025 ini, kami akan memperkenalkan gugus tugas untuk fokus pada pencegahan porno aksi," kata Herkulana.
Lebih lanjut, Herkulana juga mengapresiasi kebijakan Australia yang melarang anak di bawah 16 tahun bermain media sosial, yang menurutnya bisa menjadi contoh kebijakan yang bisa diadopsi oleh Indonesia untuk mengurangi dampak buruk teknologi pada anak-anak.
Kasus prostitusi anak juga mulai terungkap di Ketapang, dengan indikasi kuat ditemukan melalui aplikasi MiChat. Anak-anak di bawah umur sudah terpapar aplikasi ini, yang semakin memperburuk situasi.
"Ini harus segera ditangani. Jika tidak, kita akan semakin menghadapi masalah besar," tegasnya. (Ndi)