![]() |
Puluhan petani anggota Koperasi Berais Lestari Mandiri (BLM) di Desa Danau Buntar Kecamatan Kendawangan menuntut hak SHK Plasma, pada (7/3/2025) lalu. (ist) |
Dandi Erlangga, salah satu perwakilan petani, mengungkapkan banyak kejanggalan dalam pengelolaan Koperasi BLM.
"Uang SHK sudah disalurkan ke koperasi sebanyak empat kali, tapi tidak pernah sampai ke petani. Data CPCL Tahap 2 juga membengkak, padahal seharusnya diverifikasi ulang," ujarnya, Sabtu (22/3/2025).
Menurut Dandi, koperasi yang dibentuk beberapa tahun lalu tidak pernah menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan tidak transparan dalam pengelolaan keuangan.
"Petani sudah lelah dengan janji-janji kosong. Kami akhirnya melakukan aksi damai pada 3 Februari 2025 di Pelabuhan Ramania untuk menuntut hak kami," tambahnya.
Sebelum aksi damai, petani telah berulang kali menagih SHK, namun selalu mendapat alasan penundaan. Pada 12 Desember 2024, dalam forum sosialisasi yang diselenggarakan oleh IOI Group (induk perusahaan PT KPAM), koperasi berjanji membagikan SHK sebelum Natal 2024. Namun, janji itu tidak ditepati. Alih-alih membagikan SHK, koperasi justru menawarkan pinjaman sebesar Rp1.500.000 kepada petani, yang semakin menambah ketidakpercayaan.
Pada hari aksi damai, lanjut Dandi, koperasi akhirnya membagikan gajian perdana kepada 342 petani. Namun, pembagian ini juga diwarnai kejanggalan. Petani tidak menerima slip gajian sebagai bukti resmi, dan jumlah yang diterima tidak seragam. Beberapa petani menerima Rp5.005.000, sementara lainnya hanya Rp5.000.000. Koperasi mengaku kehabisan dana saat pembayaran, memunculkan kecurigaan adanya pengelolaan dana yang tidak transparan.
Dugaan Pemalsuan Data CPCL Tahap 2
Persoalan lain yang mencuat adalah terkait data Calon Pekebun (CPCL) Tahap 2. Distanakbun Ketapang menemukan ketidaksesuaian data dan memerintahkan verifikasi ulang. Namun, proses verifikasi terhambat karena belum ada SK Kepala Desa Danau Buntar untuk membentuk tim verifikasi.
"Tim sudah ada, tapi SK-nya belum keluar. Rapat selalu batal karena ada anggota tim yang tidak hadir," keluh Dandi.
Yang lebih mengejutkan, petani menemukan Berita Acara (BA) Verifikasi CPCL Tahap 2 yang diduga sudah ditandatangani, padahal proses verifikasi belum dilakukan. PJ Kepala Desa Danau Buntar, Didik Radianto, menyangkal telah menandatangani BA tersebut.
"Ini jelas pemalsuan tanda tangan. Kami tidak tahu siapa yang melakukan ini," tegasnya.
Data CPCL Tahap 2 yang diajukan mencakup 357 peserta, banyak di antaranya bukan warga setempat dan diduga fiktif. Jika data ini disahkan, petani asli Danau Buntar akan dirugikan karena pembagian SHK akan semakin kecil.
"Luas lahan hanya 290,3 Ha. Jika data tahap 2 lolos, maka setiap petani hanya mendapat 0,4 Ha. Ini sangat merugikan," papar Dandi.
Petani Minta Dukungan Pemerintah
Petani mendesak Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan Bupati Ketapang untuk turun tangan menyelesaikan persoalan ini. "Kami ingin bertemu Bupati Ketapang dan melaporkan langsung. Kami hanya ingin hak-hak kami dipenuhi," tegas Dandi.
Dugaan praktik jual beli kapling sawit ilegal juga mencuat. "Ada indikasi oknum tertentu memalsukan tanda tangan untuk meloloskan data CPCL Tahap 2. Kami menduga ada motif tersembunyi di balik ini," ungkap Dandi.
Petani berharap pemerintah segera mengambil tindakan tegas untuk mengembalikan kepercayaan dan kesejahteraan mereka. "Kami tidak mau terus dirugikan. Ini tentang masa depan kami dan keluarga," pungkas Dandi. (Ndi)