Satu Perusahaan Kuasai 13 Proyek PL di Ketapang, Kontraktor Lain Protes

Editor: Agustiandi author photo
Foto ilustrasi. (*) 
Ketapang (Suara Ketapang) - Asosiasi Kontraktor Ketapang mengeluhkan dugaan praktek monopoli proyek Penunjukan Langsung (PL) yang dilakukan oleh CV CIS di tahun anggaran 2025. 

Ketua Gapensi Kabupaten Ketapang, Alfian mengungkapkan, perusahaan ini tengah mengerjakan 13 paket proyek di sejumlah dinas Pemkab Ketapang.

Temuan itu ditemukan di Dinas Pekerjaan Umum, tepatnya di bidang Sumber Daya Air (SDA) dan Cipta Karya (CK). Selain itu, CIS juga sedang mengerjakan proyek di Dinas Pertanian Ketapang.

Ia menyebut jumlah paket yang dikerjakan perusahaan ini melebihi batas ketentuan. Dia menduga hal ini melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya soal aturan Sisa Kemampuan Paket (SKP).

Ia menjelaskan, sesuai aturan, satu perusahaan kecil hanya boleh mengerjakan maksimal lima paket. Tapi dalam kasus ini, CIS mengerjakan lebih dari dua kali lipat.

"Dalam aturan jelas SKP setiap penyedia kecil (K) tidak boleh lebih dari lima paket pekerjaan. Tapi ini lebih dari lima bahkan sampai 13 paket di dua dinas. Kenapa hal seperti ini bisa terjadi, apakah pejabat pengadaannya tidak tahu atau bagaimana," katanya, Selasa (5/8/2025).

Alfian menilai praktik seperti ini bisa merusak iklim usaha di lingkungan Pemkab Ketapang.

"Praktik - praktik tak taat aturan ini lah, yang menyebabkan para penyedia jasa (perusahaan konstruksi) di Ketapang sulit mendapatkan pekerjaan. Karena dimonopoli oleh sebagian oknum nakal," katanya.

Ia juga menyinggung soal dugaan adanya praktik komitmen fee.

"Belum lagi ada lobi-lobi komitmen fee yang dijanjikan oleh oknum-oknum kontraktor tertentu, jadi hal-hal seperti ini yang membuat kami-kami yang ingin bekerja jadi kesulitan," tambahnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa Setda Ketapang, Sudirman Sinaga, mengatakan pihaknya sudah mengingatkan semua pejabat pengadaan dari tiap OPD agar taat aturan, termasuk soal SKP.

Ia menyebut, kasus seperti ini bisa terjadi karena data kontrak perusahaan tidak dimasukkan secara disiplin oleh pejabat pengadaan di masing-masing dinas.

"Itu jika paket pekerjaan tadi ada di beda-beda dinas. Tapi misalkan ada di satu dinas, berarti emang oknumnya yang nakal," pungkasnya. (Ndi) 

Share:
Komentar

Berita Terkini