Lokasi lahan milik warga seluas 4 hektar di lokasi Natai Ukui Dusun Nek Doyan Desa Laman Satong Kecamatan Matan Hilir Utara Kabupaten Ketapang yang telah digusur PT Laman Mining. (Ist). |
Hukuman adat dijatuhkan pada perusahaan tambang bauksit tersebut lantaran dianggap terbukti bersalah secara adat atas kasus penyerobotan lahan milik keluarga Antoni Salim seluas empat hektar di lokasi Natai Ukui.
Baca juga : Kadus Nek Doyan Resah, Tanda Tangannya Dipalsukan untuk Pembebasan Lahan PT Laman Mining
Sidang Adat itu digelar di Rumah Adat Dayak Nek Doyan Desa Laman Satong Kecamatan Matan Hilir Utara Kabupaten Ketapang.
Selain dihadiri dua belah pihak yang bersengketa, musyawarah sekaligus sidang adat itu juga dihadiri Ketua DAD Kabupaten Ketapang dan Ketua DAD Kecamatan Matan Hilir Utara. Saksi kunci berserta tokoh masyarakat setempat, perangkat desa hingga aparat kepolisian juga hadir.
Dua belah pihak yang bersengketa memegang berita acara hasil sidang adat, didampingi Dewan Adat Dayak bersama tokoh masyarakat serta perangkat desa dan pihak kepolisian. |
Adapun hukum adat Guling Batang tersebut berupa sebuah tajau berisi tuak, dua kali delapan 16 rial dan satu ekor ayam kampung. Ini harus diserahkan ke Demong Adat paling lama tiga kali 24 jam.
"Untuk satu mejanya itu dimintanya uang tunai Rp1 juta, dalam hal penyelesaian secara adat kita membutuhkan konsumsi, karena kita akan dipanggil lagi ke sini, itu total biayanya Rp35 juta," ujar Jamhari.
Ia menjelaskan, PT Laman Mining terbukti bersalah secara adat, lantaran menggusur lokasi tanpa sepengetahuan pemilik lahan.
"Setelah kita bertanya ke para saksi, terus klarifikasi, memang dikuatkan dengan keterangan berbagai pihak, kita putuskan Laman Mining bersalah. Lahan tersebut secara kepemilikan memang milik pak Antoni, tapi secara adat kampung halaman, mereka juga sudah merusak tatanan kehidupan masyarakat adat," paparnya.
Sementara itu, Ketua DAD Kabupaten Ketapang Heronimus Tanam menyampaikan, adat ini tidak hanya dilihat dari sisi hukumannya, namun ini menjadi tanda perdamaian.
"Kami sangat senang, ini sudah disepakati. Kedua belah pihak telah sama-sama memahami, ada yang keliru, ada yang mengakui. Setelah adat ini kita berharap masalah dapat selesai," katanya.
"Kalau masalah lain seperti administrasi, ini kewenangan desa, nanti pihak desa yang akan menindaklanjutinya, kalau dari sisi adat ini udah selesai," sambungnya.
Sementara itu, Antoni Salim selaku pelapor atas kasus ini mengaku, keputusan yang dibuat Demong Adat menjadi keputusan yang adil.
"Siapa yang berbuat, itu yang harus bertanggung jawab, karena di situ banyak tanam tumbuh kami, itu benar-benar lahan kami yang sudah kami kelola sejak lama, itu masih hutan yang masih asli, belum pernah terbakar," ujar Antoni Salim.
"Hari ini telah terbuka semuanya, bahwa benar mereka (PT Laman Mining) telah melakukan pelanggaran, menggusur lahan kami tanpa izin," sambungnya.
Meski hadir dan menandatangani berita acara hukum adat, Legal PT Laman Mining Prayudi Anograha Valentinus tidak bersedia memberi keterangan pada awak media. Meski demikian ia mengaku menghormati hukum adat tersebut. (Ndi)