Pelatihan Tropenbos Indonesia Dorong Inklusi dan Regenerasi Kelembagaan Adat di Sandai

Editor: Agustiandi author photo

Foto bersama pada acara pelatihan bertajuk “Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Adat dengan Pelibatan Perempuan dan Pemuda”, Senin (20/5), di Kantor Tropenbos Indonesia, Sandai, Kabupaten Ketapang. (ist) 
Sandai (Suara Ketapang) - Tantangan regenerasi kepemimpinan dan minimnya partisipasi perempuan serta pemuda dalam kelembagaan adat mendorong Tropenbos Indonesia menggelar pelatihan bertajuk “Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Adat dengan Pelibatan Perempuan dan Pemuda”, Senin (20/5), di Kantor Tropenbos Indonesia, Sandai, Kabupaten Ketapang.

Sebanyak 20 peserta dari delapan desa — Mekar Raya, Sinar Kuri, Sepotong, Pangkalan Suka, Pangkalan Telok, Muara Jekak, Semandang Kanan, dan Kenanga — mengikuti pelatihan yang dirancang partisipatif dan interaktif. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperkuat keberlanjutan kelembagaan adat sekaligus mendorong pengelolaan sumber daya lokal yang lebih inklusif.

“Kelembagaan adat adalah fondasi penting dalam sistem sosial masyarakat desa. Namun saat ini, keberlanjutannya menghadapi tantangan besar. Salah satu kuncinya adalah membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi perempuan dan pemuda,” ujar salah satu fasilitator dalam pembukaan pelatihan.

Partisipatif dan Kolaboratif

Pelatihan berlangsung selama satu hari penuh, menghadirkan narasumber dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD), praktisi kelembagaan adat, hingga aktivis pemberdayaan perempuan dan pemuda. Peserta terlibat dalam berbagai metode, mulai dari diskusi kelompok, studi kasus, simulasi peran, hingga lokakarya penyusunan rencana aksi.

“Perempuan dan pemuda bukan hanya pelengkap dalam sistem adat. Mereka adalah agen perubahan yang bisa membawa inovasi dan memperkuat ketahanan sosial masyarakat desa,” tegas salah satu narasumber, aktivis perempuan dari Kalimantan Barat.

Tiga Capaian Utama

Setidaknya terdapat tiga hasil utama dari pelatihan ini. Pertama, tumbuhnya kesadaran kolektif akan pentingnya peran perempuan dan pemuda dalam menjaga kelangsungan kelembagaan adat. Kedua, tersusunnya rencana aksi kolaboratif yang menempatkan mereka dalam posisi strategis pengelolaan sumber daya desa. Ketiga, terbentuknya forum komunikasi lintas generasi sebagai wadah dialog antara tetua adat, perempuan, dan pemuda.

“Dulu saya kira urusan adat hanya tanggung jawab para tetua. Tapi sekarang saya tahu bahwa pemuda juga punya tanggung jawab untuk meneruskan nilai-nilai adat,” ujar seorang peserta dari Desa Pangkalan Suka.

Dukungan untuk Wilayah ICCA

Pelatihan ini juga dikaitkan dengan upaya pengakuan wilayah kelola adat sebagai Indigenous and Community Conserved Area (ICCA). Wilayah ini dikelola oleh komunitas lokal berdasarkan kearifan tradisional dan menjadi bagian penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati.

Meski begitu, pengakuan formal wilayah ICCA dinilai belum cukup. Berbagai tantangan masih membayangi, mulai dari lemahnya kapasitas kelembagaan hingga tekanan dari industri dan perubahan iklim. Pelatihan seperti ini menjadi langkah penting dalam memperkuat posisi tawar komunitas adat dan efektivitas pengelolaan wilayah mereka.

“Kami berharap para pengurus adat, perempuan, dan pemuda bisa membangun sinergi dalam merancang masa depan wilayahnya yang lebih adil dan lestari,” ungkap seorang pendamping lapangan dari Tropenbos Indonesia.

Langkah Nyata Menuju Desa Berkeadilan

Tropenbos Indonesia menegaskan bahwa pelatihan ini bukan sekadar kegiatan teknis, melainkan bagian dari proses transformasi kelembagaan adat menuju sistem yang terbuka, inklusif, dan berkelanjutan. Komitmen peserta yang tergambar dalam rencana aksi dan forum lintas generasi diharapkan menjadi tonggak awal dalam menciptakan tata kelola adat dan sumber daya lokal yang lebih adil dan arif. (R) 

Share:
Komentar

Berita Terkini