![]() |
Gambar Ilustrasi. (*) |
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Ketapang, Marwannor, menyampaikan capaian tersebut dalam rapat kerja dengan Komisi III DPRD Ketapang, Senin (8/9/2025).
Ia menegaskan bahwa seluruh proses perizinan kini berbasis digital melalui aplikasi OSS (Online Single Submission), Sicantik dan SIMBG.
“Dinas hanya melakukan verifikasi dan kompilasi data dari dinas teknis sesuai peraturan. Untuk izin lingkungan misalnya melalui Dinas Perkim LH, sementara izin perkebunan ditangani Distanakbun,” kata Marwannor.
80 Perusahaan Sawit di 19 Kecamatan
Data Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan (Distanakbun) menunjukkan, hingga kini terdapat 80 perusahaan perkebunan dan 37 pabrik kelapa sawit yang tersebar di 19 kecamatan di Ketapang. Total izin lahan yang telah diterbitkan mencapai 765.800 hektare.
Namun, Distanakbun mengakui masih banyak perusahaan yang belum menyelesaikan Hak Guna Usaha (HGU) meski sudah mengantongi izin usaha perkebunan. Proses HGU yang memakan waktu hingga empat tahun membuat sejumlah perusahaan sudah beroperasi tanpa landasan hukum penuh. Kondisi ini kerap menimbulkan ketegangan di lapangan.
“Persoalan HGU sering menjadi pemicu tuntutan masyarakat, terutama di wilayah yang bersinggungan langsung dengan perkebunan,” ungkap pejabat Distanakbun dalam rapat tersebut.
Selain soal HGU, Distankabun juga menyoroti persoalan lain yang belum tuntas, seperti pencurian buah sawit, konflik plasma dengan koperasi, serta regulasi kawasan hutan yang saling tumpang tindih.
Komisi III DPRD Ketapang menilai data akurat mengenai perizinan dan aktivitas perusahaan sangat penting agar fungsi pengawasan dewan berjalan efektif.
Ketua Komisi III DPRD Ketapang, Mia Gayatri, menegaskan bahwa masyarakat seringkali meminta DPRD menyelesaikan persoalan, tetapi dewan tidak selalu memiliki data lapangan yang lengkap.
“Ketika kami turun ke lapangan, sering kali tidak memegang data izin perusahaan. Karena itu, kami minta DPMPTSP dan Distanakbun memberikan data yang akurat,” ujar Mia.
Wakil Ketua Komisi III, Rion Sardi, menilai pengawasan pemerintah daerah lemah terhadap perusahaan yang melanggar aturan. Ia mencontohkan kasus penanaman di luar izin seluas 227 hektare sejak 2013 yang tidak pernah ditindak tegas.
“Hal ini tidak bisa dibiarkan. Pemda harus berani menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang terbukti melanggar,” tegas Rion.
Senada, Anggota Komisi III, Ali Sadikin, menilai Distanakbun tidak boleh menganggap remeh persoalan perkebunan. “Ada perusahaan yang sudah 11 tahun menanam di luar HGU, tapi tidak ditindak. Ini jelas merugikan masyarakat,” katanya.
Sinergi Eksekutif dan Legislatif
Sekretaris Komisi III, M. Puadi, menekankan bahwa rapat kerja ini merupakan langkah evaluasi untuk memperkuat sinergi antara DPRD dan pemerintah daerah. Ia menilai, data yang lengkap akan membantu DPRD memetakan masalah sekaligus memberi kepastian bagi investor.
“Jika data akurat, maka penyelesaian persoalan akan lebih cepat, dan perusahaan pun merasa aman untuk berinvestasi di Kabupaten Ketapang,” ujarnya.
Komisi III memastikan akan memantau tindak lanjut rapat ini, termasuk meminta pembaruan data perizinan dari DPMPTSP dan Distanakbun, serta memastikan perusahaan yang melanggar aturan ditindak sesuai ketentuan hukum. (Ndi)